Setiap muslim wajib bekerja untuk mencari karunia Allah. Pekerjaan apapun asalkan halal adalah mulia di sisi Allah swt. Jangan pernah berfikir pekerjaanmu lebih hebat dari pekerjaan orang lain. Karena itu akan membuatmu takabur. Sebaliknya, jangan pernah kamu merasa pekerjaanmu lebih hina dari pekerjaan orang lain. Karena itu akan membuatmu rendah diri.
Alkisah, ada seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan. “Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta?” tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus connecting flight ke Singapura nengokin anak saya yang kedua”, jawab ibu itu.” “Wouw… hebat sekali putra ibu,” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.
Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya. “Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi putra yang kedua ya bu? Bagaimana dengan kakak dan adik-adiknya?” Si Ibu bercerita, “Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang sebuah bank di Purwokerto, yang ketujuh menjadi dosen di Semarang.”
Pemuda tadi diam. Hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. “Terus bagaimana dengan anak yang pertama ibu?” Sambil menghela napas panjang ibu itu menjawab, “Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja Nak. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu luas.”
Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu… ibu pasti kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia cuma menjadi petani?”
Apakah kamu mau tahu jawabannya?
Dengan tersenyum ibu itu menjawab, “Ooo… tidak.. Ibu sama sekali tidak kecewa nak… Justru ibu sangat bangga dengan anak pertama ibu, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”